Dari sekadar menikmati suasana alam khas pegunungan yang masih alami atau menikmati pemandangan yang alam buatan, yakni danau Situ Gunung. Bahkan, tempat ini menawarkan berbagai tantangan termasuk tracking (perjalanan) di alam terbuka, menuju kawasan air terjun Curug Sawer.

Ada beberapa blok bumi perkemahan di Situ Gunung, yakni Blok Tepus, Kalianda, Harendong, Tegal Arben dan Bagedor. Namun yang perlu diingat, jika datang terlambat di musim liburan atau di akhir pekan, terkadang semua tempat sudah fullbook untuk kegiatan perkemahan atau kegiatan outbound hingga ratusan orang.
Di Situ Gunung, selain bisa menikmati wisata alam, pengunjung juga bisa melihat langsung beberapa flora dan fauna yang dilindungi. Dari data yang didapat Travel Club, ada beberapa flora yang tumbuh di Situ Gunung. Di antaranya, Puspa (Schima walichi), Rasamala (Altingia exelsa), Damar (Agathis loranthifolia), Saninten (Castania argantea), Gelam (Eugenia fastigiata), Lemo (Litsea cubeba), serta Harendong Cai (Medinela speciosa). Sedangkan untuk fauna terdapat babi hutan, kijang, macan tutul, kera, surili, jaralang, trenggiling, ayam hutan dan tekukur.

Namun, yang sulit dipercaya bahwa danau seluas 6 hektare di Situ Gunung ternyata danau buatan. Sebab, secara kasat mata, danau tersebut benar-benar terlihat alami. Nyatanya, danau ini memang danau buatan oleh salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia dua abad lalu.
Menurut cerita, danau ini dibuat oleh bangsawan Mataram Rangga Jagad Syahadana, yang akhirnya dikenal sebagai Mbah Jalun. Dia merupakan buronan belanda yang lari dari Kerajaan Mataran karena diburu penjajah pada abad 1800-an. Setelah bersembunyi di beberapa kesultanan Jawa Tengah, akhirnya Mbah Jalun menetap di Kesultanan Banten.
Sebelum ke Sukabumi, menurut legenda, Mbah Jalun memperistri perempuan asal Kuningan Jawa Barat. Jalur keberangkatannya sendiri melalui Cianjur. Karena masih menjadi buron Belanda, jalan yang dilaluinya lebih banyak membuka hutan di pegunungan. Salah satu jalan yang dibukanya adalah jalan lewat Gunung Gede dan Pangrango.
Perjalanan ini penuh tantangan alam, seperti jalan yang berliku dan hutan lebat yang dihuni binatang buas. Setelah lama berjalan dengan istrinya, Mbah Jalun akhirnya berhenti di suatu lembah yang dialiri sungai yang jernih airnya. Ia pun memutuskan menetap di daerah tersebut.

Namun, Belanda akhirnya mencium keberadaan Situ Gunung dan sangat takjub saat melihat keindahan danau buatan itu, apalagi ketika tahu danau itu dibuat oleh seorang buronan. Pada tahun 1840, Mbah Jalun tertangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Tapi, Sebelum pelaksanaan hukuman gantung yang rencananya digelar di alun-alun Cisaat, ia berhasil melarikan diri. Syahadana sendiri wafat tahun 1841 di daerah Bogor. Namun, hingga saat ini makamnya masih dirahasiakan oleh keturunannya.